Sabtu, 11 Oktober 2014

dua belas oktober

sekali lagi maaf kawan, aku tak pernah tahu apa yang sedang ku tuliskan
hari ke dua belas, atau mungkin hari ke sebelas
entahlah, hitung menghitungku semakin memburuk atau memang dari dulu buruk
sebelas hari sudah aku dibawa kembali ke ruang dan waktu yang sama
sama persis dengan entah berapa bulan yang lalu
ruang dan waktu yang seharusnya tidak terulang
ruang dan waktu yang seharusnya ku hindari
tapi tetap saja terjadi

ini tentang merindukan,
bukan masalah sebenarnya merindukan sesuatu atau seseorang, itu sudah manusiawi
kurasa sudah jelas kawan siapakah yang kuridukan
jiwaku, pilarku, aku, darahku, tawaku, hidupku, dia Ayahku
selama dua puluh dua tahun,
teknisnya tiga tahun terakhir ini
segala yang kulakukan hanya untuk dia
segala sakit, luka, air mata. kujalani hanya untuk dia

tugasku yang diberikan olehnya, telah kuselesaikan satu satu
seharusnya aku lega tugas itu telah selesai
tapi entah kenapa sebagian kecil hatiku yang lainnya berkata
'ini bukan yang kamu inginkan'
setelah beberapa tugas selesai, entah kenapa jiwaku pun ikut pergi seiring dengan selesainya tugas itu
apa ini kutukan?
aku merasa hidupku selama ini bergantung pada tugas yang dia berikan
aku merasa ada dan hidup saat menjalankan tugas darinya

aku mulai berfikir
segala tugas yang dia berikan, sekecil apapun itu.
menuntunku ke sebuah jalan
ketika satu persatu tugas itu selesai ku kerjakan
semakin sedikit penunjuk arah yang kudapatkan
saat semua telah benar benar selesai, aku yakin aku harus menemukan jalanku sendiri
apa aku siap?
akupun tak tahu jawabannya
aku memiliki kepercayaan diri yang lumayan buruk
aku merasa bahwa aku belum mampu untuk menciptakan jalan sendiri.

ini tentang depresi
saat ini, aku sangat suka menghabiskan waktu dengan tidak melakukan apa apa
aku bisa seharian duduk, menatap obyek semu, tak merasa lapar, tak merasa haus
mungkin jika kalian menyayat tubuhku, tak setetes darahpun akan menetes
entah apa yang terjadi padaku
kepalaku terasa begitu berat
menangis tak bisa, tertawa pun tak mampu
aku tak pernah tahu apa yang terjadi padaku
aku berharap, bermimpi agar dapat duduk di remangnya lapangan hijau
membunuh malam. membunuh kegundahan yang tak jelas sebabnya. membunuh jiwa jiwa sesat dalam tubuhku

ini tentang orang sekitar
saat ini, kalau boleh berkata, meminta dan memilih
aku akan memilih untuk hidup sendiri
jiwaku, rohku sedang tidak bersemangat untuk berinteraksi dengan orang lain
jika aku memaksakan berinteraksi,
hanya ada dua kemungkinan.
aku yeng terluka, atau mereka yang terluka
diam
semoga itu memang pilihan yang tepat
sekali lagi, aku tak pernah tahu apa yang terjadi
sangat konyol

Tidak ada komentar:

Posting Komentar