Rabu, 28 September 2016

muka lelah

selamat malam untukmu muka lelah
ingin sekali peluh peluh didahimu ku seka
ingin sebenarnya ku berbagi cerita
mungkin kisahku tak selamanya indah
bahkan banyak ranjau, bom, luka, disini dan disana
mungkin kita memang bukan satu yang terlihat dua
kita hanya kita
dua orang yang hanya beberapa kali menyapa
kita hanya kita
beberapa kali menganggukkan kepala
beberapa kali mengucapkan kata
terkadang kita saling memalingkan muka
haha aku mulai tertawa
mengapa aku menuliskan kata kata
padahal mungkin kau tak bisa membacanya
atau bahkan kau tak peduli tentang penulisnya
satu hal yang jelas muka lelah
mukamu adalah muka lelah yang paling istimewa

-soe

Senin, 26 September 2016

dua puluh enam september

dua atau tiga bulan lebih saya tidak menulis di sini.
bukan karena saya kurang inspirasi
tapi jujur saya sedang fokus mempersiapkan diri
mempersiapkan untuk apa? itupun masih teka teki
karena saya pun tak pernah tahu untuk apa persiapan ini.

akhir akhir ini saya suka sekali membaca suatu hal yang berhubungan sengan sufi dan tasawuf,
well, mungkin terdengar aneh. karena makhluk super duper sekuler macam saya sedang gandrung dengan hal hal yang berhubungan dengan penyucian jiwa dan mendekatkan diri pada Tuhan.
saya pun sedang gandrung dengan buku buku filsafat jawa dan kisah kisah wayang. bahkan saya sangat cinta musik tradisionalnya juga. tapi sesungguhnya saya sudah menyukai hal hal tersebut sebelumnya. namun entah kenapa akhir akhir ini saya lebih sering mendalami hal hal tersebut.
mungkinkah saya sudah bosan?
mungkinkah Tuhan sedang mentraining saya?
untuk apa saya tertarik akan hal hal tersebut?
lagi lagi teka teki

lil bit flashback (kalian boleh skip bagian ini jika tidak ingin membaca cerita saya yang sedikit membosankan)
dulu, bagi saya duniawi adalah sumber kebahagiaan.
keluarga, teman, pekerjaan, sebuah hubungan, materi
saya dibesarkan oleh sebuah keluarga besar yang sangat menyayangi saya. bisa dikatakan saya tak pernah kekurangan kasih sayang. ketika saya sedih, terpuruk dan menghadai masalah sebesar apapun saya selalu tenang. karena bagi saya rumah dan keluarga adalah tempat terbaik untuk pulang.
tapi memiliki keluarga yang sangat baik dan penyayang sedikit banyak membentuk karakter saya yang bisa dibilang agak sedikit buruk.
pertama, saya sangat susah percaya pada orang lain selain keluarga
kedua, saya terlalu berlebihan dalam mengagungkan keluarga saya
ketiga, saya terlalu bergantung dan menjadikan keluarga sebagai poros hidup saya, sebagai sumbu, pilar, tempat bersandar.
dan beberapa ke ke yang lainnya.
begitupun dengan teman, pekerjaan , materi. semuanya sama, saya terlalu menganggap mereka semua sebagai pilar hidup saya.
dan hingga saatnya tiba, Tuhan menghancurkan pilar pilar saya. menohok kesombongan saya. menghancurkan apa yang saya percaya.
cara Tuhan mengingatkan saya tidak dengan cara yang instan, tak makan waktu setahun dua tahun. tapi beberapa tahun.
mungkin bagi kalian yang mengenal saya, tahu bahwa awal kehancuran pilar kepercayaan saya adalah saat bapak saya dipanggil oleh Tuhan.
setelah beliau pergi, satu persatu pilar yang saya banggakan dihancurkan oleh Tuhan.
saya sering merasa sendirian, kesepian, semua pintu di sekeliling saya seakan akan tertutup, pundak saya terasa sangat berat, menangispun saya tak mampu, bercerita kepada siapa pun saya tak tahu.
rumah tak terasa sesurga dulu, atmosfirnya berubah, semuanya berubah dan menjauh. meninggalkan saya sendirian.
sepi
sunyi
dingin
kosong

Tuhan sedang menguji saya.
hingga pada titik ini, saya mulai belajar mengkritik diri saya sendiri.
betapa arogannya saya, betapa sombongnya saya merasa memiliki segalanya dan bergantung dengan "segalanya" versi saya.
lambat laun saya beranjak melangkah, berjalan jauh dari rumah.
bertemu orang orang baru, belajar banyak dari kehidupan mereka.
saya menengok kota kota sebelah, saya berjalan dan terus berjalan mencari ketenangan hati, kedamaian jiwa.
saya merasa sangat kecil. amat sangat kecil dan tak memiliki apa apa.
menangislah saya saat mengingat kebodohan saya.
"seharusnya hanya pada Tuhanlah saya bergantung, hanya pada Tuhan saya bersandar."
memang kata kata ini sangat biasa jika diucapkan bahkan saya yakin akan mendapat cibiran jika mengucapkan kata ini. kata ini sangatlah umum dan bukan sebuah rahasia.
tapi entah kenapa saya yakin bahwa, dalam realitanya banyak orang yang secara tak sadar, unconsciously tidak mempraktekkan hal ini dan masih bergantung pada benda benda duniawi.
kenapa saya yakin?
karena saya manusia.
saya tahu, manusia itu dipenuhi hasrat, ambisi, nafsu. sering kali hal hal tersebut membuat manusai tak sadar dan keblinger. lupa asal mereka, lupa pencipta, lupa tugas terpenting mereka di dunia.
kenapa saya tahu? karena saya salah satu dari pelupa itu.

"Allah tidak memerlukan penjelasanku, hingga aku harus meminta padaNYA" (Ibrahim A.S. in Muara Cinta ust. Husin Nabil)