Jumat, 15 September 2017

dibawah temaram lampu

tanganku ingin menuliskan sesuatu
tentang kamu
tapi logikaku kabur seperti pengecut
hatikupun tersenyum kecut
dan kini biarkan jari jariku penjadi penengah
antara hati dan logika

aku mencoba mengganggap segala sesuatu istimewa
apapun pasti menyimpan makna, acap dibalut kidung dan kisah
satu, dua, tiga, empat hingga belasan manusia lalu lalang di muka kedai kopi sore itu
aku memperhatikan mimik mereka satu persatu
kerutan kerutan yang sama.
garis garis bibir, dahi dan mata.
menyimpan sebuah kisah.
aku mencoba mentelaah, mencari cari kisah kisah dibalik garis kerutan
kebanyakan kisah karatan
kisah yang mereka anggap murahan dan berusaha keras mereka lupakan.
kubuka buku catatanku
mencatat apapun yang terlintas dikepalaku
tinta penaku mulai menggerutu
kucari pena lain dalam saku tasku
setelah kudapatkan penaku, mataku tertumbuk kembali pada buku catatanku
dan disanalah kamu
mengulurkan tanganmu, mengajakku menjauh

aku tak mau bercerita kisah tentang kita
karena setiap kisah punya akhir dengan caranya
dan aku tak mau memiliki kisah yang ada akhirnya
aku tak pernah ingin ada kisah yang berakhir di episode pertama
kalau boleh aku tak mau ada episode atau babak atau part atau apalah namanya
lantas apa namanya?
kisah tanpa titik koma?
atau kisah absurd yang tak ada ujungnya?
yang jelas dilakoni saja,
yang jelas disyukuri saja
toh semua da hikmahnya
semua ada ujungnya, pasti ada ujungnya

akhirnya, dibawah temaram lampu
aku menyerah pada muka teka teki yang membatu
aku membiarkan jarum panjang dan pendek berputar, berpisah, bersatu
aku hanya memandang acuh kalender berubah warna dari merah ke biru
satu persatu
muka muka penat menjejaliku dengan kisah mereka yang baru
nanti aku mau menulis buku
dan kupastikan tak satupun menyebut namamu