Kamis, 04 Januari 2018

caturasrama

Aku tahu aku diambang fase brahmacarinku
Sedikit terlambat, aku masih mau berlama lama di fase ini. Aku masih ingin bebas sinau, mereguk banyak pengetahuan baru. Bertemu aneka guru, guru hidup, guru alam, semuanya.
Lekat2 kupandang gerbang grhasta. Apa gerbang ini harus kulewati begitu saja? Menyerah merelakan apa2 yang (dulu) kupertahankan mati2an
Seharusnya aku sedang menjalani fase ini, sudah 'titi wancine' aku menikah (menurut runtutan fasenya) tapi aku biasa saja. Apa aku terlena dalam fase sebelumnya.
Entahlah, mungkin iya atau mungkin aku terlalu pengecut mengakuinya, atau aku terlalu takut dengan apa yang ada dibalik gerbang itu?
Timbul dibenakku pertanyaan. Setelah grhasta lantas apa lagi? Pintu mana lagi yang harus kumasuki?
Kata orang fase wanaprastha, menjauhi kehidupan duniawi, merenung dan bertapa dalam 'wana' atau hutan. Dahiku berkerut. Hutan yang mana?
Hutan sekarang tak ada dahan. Tak ada hewan. Kehidupan duniawi seperti apa yang harus dijauhi?
Mungkin ini yang nanti harus kurenungi sambil menyesap kopi
Hutan yang teselubung dengan modernisasi. Duniawi yang terbalut dalam ego diri sendiri. Sudah2 aku bersyukur aku belum sampai di fase ini.
Gerbang terakhir dan jalan buntu adalah gerbang sanyasin. Jalan buntu sambil menunggu waktu mati. Berkelana mengembara sambil menunggu dipanggil oleh pencipta.
Ada yang menulis karya sastra, ada yang bertapa digunung dalam goa.
Sedikit banyak itulah gambaran caturasrama


-soe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar