Aku tahu aku diambang fase brahmacarinku
Sedikit
terlambat, aku masih mau berlama lama di fase ini. Aku masih ingin
bebas sinau, mereguk banyak pengetahuan baru. Bertemu aneka guru, guru
hidup, guru alam, semuanya.
Lekat2 kupandang gerbang
grhasta. Apa gerbang ini harus kulewati begitu saja? Menyerah merelakan
apa2 yang (dulu) kupertahankan mati2an
Seharusnya aku
sedang menjalani fase ini, sudah 'titi wancine' aku menikah (menurut
runtutan fasenya) tapi aku biasa saja. Apa aku terlena dalam fase
sebelumnya.
Entahlah, mungkin iya atau mungkin aku
terlalu pengecut mengakuinya, atau aku terlalu takut dengan apa yang ada
dibalik gerbang itu?
Timbul dibenakku pertanyaan. Setelah grhasta lantas apa lagi? Pintu mana lagi yang harus kumasuki?
Kata
orang fase wanaprastha, menjauhi kehidupan duniawi, merenung dan
bertapa dalam 'wana' atau hutan. Dahiku berkerut. Hutan yang mana?
Hutan sekarang tak ada dahan. Tak ada hewan. Kehidupan duniawi seperti apa yang harus dijauhi?
Mungkin ini yang nanti harus kurenungi sambil menyesap kopi
Hutan
yang teselubung dengan modernisasi. Duniawi yang terbalut dalam ego
diri sendiri. Sudah2 aku bersyukur aku belum sampai di fase ini.
Gerbang
terakhir dan jalan buntu adalah gerbang sanyasin. Jalan buntu sambil
menunggu waktu mati. Berkelana mengembara sambil menunggu dipanggil oleh
pencipta.
Ada yang menulis karya sastra, ada yang bertapa digunung dalam goa.
Sedikit banyak itulah gambaran caturasrama
-soe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar