Rabu, 11 Januari 2017

Lost in Blitar – love at the first sight



Eitsss, judulnya amat sangat feminine hahahahaha. Anyway, ini gak bahas sedikitpun masalah cinta lokasi atau cinta lama belum kelar atau apalah itu hahahah. Kali ini saya bakal cerita tentang pengalaman saya ke Blitar dan saya segera jatuh cinta pada kota ini.

Secara official saya sudah beberapa kali bertandang ke Blitar, kota tempat lahir Bung Karno, presiden pertama Indonesia yang kharismatik dan selamanya akan tetap menjadi tokoh kebanggan Indonesia.
Namun beberapa kali saya ke Blitar, satu satunya tempat yang saya kunjungi hanya makam Bung Karno saja. Hihihihihi…maklum sajalah, karena yang saya tahu hanya satu tempat itu, dan amat sangat tidak mungkin kalau saya mengajak sekeluarga saya keliling blusukan Blitar (beberapa kali kesana selalu bareng keluarga besar). 

Dan disanalah saya, dalam liburan tak terencana bersama dulur ketemu gede saya, Dona. Sebenernya kami berdua berencana ke Ponorogo, menyambangi salah seorang kawan disana. akan tetapi dalam last minute beberapa hari sebelum berangkat ke Ponorogo, kawan kami mengabari kalau dia tidak bisa menemani eksplor Ponorogo. Alhasil kami berdua putar otak hendak kemana menghabiskan liburan yang akan dimulai dua hari lagi. 

Dadakan mode on! Kami memutuskan untuk ke Blitar (Dona belum pernah menengok makam Sang Proklamator) dua hari sebelum beragkat. Otomatiss kami beli tiket keretanya dadakan juga. And guess what, kita dapat tiket kereta ekonomi tapi labelnya “tanpa tempat duduk” huakakakakka. Yah emang sudah resiko, karena kita beli tiket dadakan pada waktu musim libur pula. 

Kalau kalian ngiranya liburan kita berdua menderita berdiri sepanjang perjalanan, kalian salah besaarrr hahahah. Kita tetep dapet tempat duduk kok, walaupun nomaden. 

Day 1 – Blitar Kota, ngesot’s day

Well setelah perjalanan nomaden selama kurang lebih lima jam, sampailah kita pada stasiun Blitar kota yang istimewa. Kenapa istimewa? Karena menurut pendapat saya Stasiun Blitar Kota adalah salah satu stasiun yang indah dan memiliki atmosir tak terdefinisi hahahhaha (alay).

 
Wajah stasiun Blitar kota yang subhanallah, saya betah duduk di peron seharian hahaha

kami sampai di stasiun sekitar pukul 14.30, dan tujuan utama kami adalah mencari penginapan. Setelah berjalan menuju penginapan dan hotel di dekat stasiun, kami harus menanggung rasa kecewa karena semuanya telah full booked. Dan kami sadar bahwa kami tidak boleh mengeluh, karena ini semua salah kami hahahaahahahah siapa suruh liburan dadakan pada saat holiday season? 

Seorang resepsionis yang baik hati memberikan kami sebuah peta yang memuat daftar semua hotel yang bisa kami inapi. Well, dengan berbekalkan peta itu, kami berdua berjalan luruss kedepan, sambil tengok kanan dan kiri mencari penjaja makanan yang bisa disinggahi wkwkwk (tapi belom ada yang buka, kebanyakan tenda kosong hahaha). Setelah berjalan beberapa puluh menit, kami sampai di alun alun kota blitar yang mendamaikan. Tapi sialnya, kami tidak bisa menemukan hotel yang tertera dipeta. Akhirnya kami berdua memutuskan untuk sholat dan istirahat sejenak di masjid sebelah alun alun, karena tampaknya air mulai berjatuhan dari langit.



Masjid sebelah alun alun

Setelah sholat kami berdua duduk seperti tak tahu harus berbuat apa (totally lost haahahhha). Kami browsing sana browsing sini, mencari penginapan yang mau menerima kami hahahaha. Dan terbersit ide untuk langsung menuju kawasan makam Bung Karno. Logika kami (untung waktu itu kita berdua masih memiliki akal sehat yang lumayan baik hahaha) mengatakan bahwa, kalau dekat kawasan wisata pastinya akan banyak tercecer penginapan. Alhamdulillahnya, hujan sudah reda dan kami bisa melanjutkan perjalanan waktu itu sudah pukul 16.00 (sempet membuang waktu sebentar untuk selfie sama alun alun hhahahaaha).


Alun alun dengan pohon beringin ditengah
Sempet mau nangis sebenernya saat kita berdua jalan dari alun alun ke arah makam Bung Karno (fyi.. dona gak kuat jalan hahhaa) lumayan jauuhhhh dan gak ada satupun becak, apalagi angkot (fyi lagi.. angkot, becak, dan dokar di Blitar beroperasi hanya sampai pukul 17.00). Donna udah mau nangis tuu, takut kita nyasar hahaha. Setelah jalan sekitar 15 kilometer (ini jarak versi kaki kita yaa…) finally kita menemukan penginapan dan langsung check in dan rebahin diri ke kasur.
Well, kita check in sekitar pukul 18.00 dan kita kelaparaannn karena seharian sudah melewati perjalanan yang lumayan menguras energi. So, waktunya mengisi perutt wkwkwk. Setelah mandi, sholat dan dandan seperlunya (saya dipaksa pake lipstick sama donat -_-) kita keluar penginepan enjoying night life

Kami berdua memutuskan jalan kaki (lagi ! hahaha). Cari tempat makan dan nongkrong yang ada di Blitar kota dan deket dengan makam, karena mata saya ngeliat burger ala ala streetfood, kita mampir sejenak untuk beli (my fave food hahaha. Kalo kalian baca kisah saya judulnya “Andre Tryarno” pasti paham kenapa saya cintah burger dalam bentuk apapun! Mau burger ala resto sampai yang ala pedagang kaki lima saya sukaaa semuaa). Makan burger sambil jalan, pake kostum Lurik, sukses membuat orang orang ngelirik kita (well, manusia planet mars hahaha)

Disinilah mungkin awal mula saya jatuh cinta pada kota ini. Saat berjalan sambil menikmati suasana malam kota, menjadi orang asing namun serasa tak asing. Hati saya seolah olah dipeluk (padahal belom pernah dipeluk hahaha) ditenangkan, didamaikan. Seolah olah ada suara yag berbisik “tenanglah, damailah, jangan kau merasa terasing, jangan kau merasa sendiri, ini rumahmu jua” (wkwkwk lebay parah). Tapi sumpahhhh.. suasana kota waktu itu mendamaikan jiwa saya, mungkin karena faktor jalannya yang relatif lengang dan nirbahaya. Saya pernah berkunjung ke beberapa kota tetangga, dan kota Blitar ini mengingatkan saya akan kota Kudus malam hari dengan udara sedikit dingin dan semangkuk angsle (kangen kudus hahhaha).
Oke, kita sudahi pembicaraan yang terlalu emosional ini hahahaha.

Finally, kita menemukan semacam warung yang jualan nasi kucing. Makanlah kita disana, hahahah (tenang.. kita cuman habis sebungkus, meskipun lapar kita masih jaga etika hahahaha). Ada sedikit kejadian yang menggelikan saat makan nasi kucing (tapi ngangenin).

Sepasang bapak dan ibuk (bapaknya kumisan kek bapak saya hahaha) yang ngeliatin kita makan wkwkw (ngeliatin antara kasihan dan kesel kalik yaa..). Well, kita berdua otomatis nyapa dong yaa, “mari pak” (ciri khas orang jawa adalah kebanyakan intro kalo mau ngomong). Dan benerlah, sang bapak langsung nanya nanya ke kita. “ada acara dari sekolahan mana ini mbak? Kok pake jadul” (fyi.. di blitar, lurik disebut jadul) saya dan donat langsung berhenti mengunyah dan saling tatap. Kitaa?? Muka setua ini?? Sekolah?? Hahahaha. Kita berdua sambil mesem jawab “hehehe ndak pak, kita udah lulus kuliah, udah kerja malah”. Wkwkwk sang bapak keknya gak percaya gitu (emang sihh ya, muka kita masih kek anak SMA gitu hahahahahahahha). Tapi dari bapak itu kita dapet banyak info, jadi besok kita tahu mau kemana wkwkwk. 

Lepas makan, markonat (sebutan sayang buat dona selain donat wkwkwk) ngajak saya jalan ke makam. Hellawww naatt udah malem keles. Mungkin dia penasaran banget sama makam sang proklamator ini. Akhirnya saya turutin dah diaaa ke makam malem malem,
Well, salah satu hal yang bikin miris adalah saat kita sampe makam itu pukul 20.00 dan kita berdua ngeliat ibu ibu yang masih duduk dengan setia dibawah pohon menjajakan bunga. Padahal kawasan makam gelaappp banget, omg. Saya selalu kagum akan pejuang hidup macam ibu itu. I do take my hat off you ma’am.

Back to penginepan sambil cari minimarket gitu (lupa gak bawa alat mandi hahahaha). Dan you know what, susah banget nemu minimarket disini hahaha kita baru nemu indoma*et saat jalan berpuluh puluh kilo (ualayyy hahahaha)
Nyampe penginepan dan gelap…… (iyalah, wong kita langsung tepaarrrr).

Day 2

Kita checkout sekitar pukul 5.30, tanpa nungguin sarapan yang baru disajikan pukul 7.00 kami berdua memutuskan melanjutkan petualangan. Hanya kopi tipis yang sempet kami seruput dari hotel. We don’t want to waste our time hahahah

Tujuan pertama adalah rumah gebang, kita naik becak ke rumah gebang dan tukang becaknya nawarin untuk nganter ke penataran juga. well, karena kita gak tau mau kemana dan sadar juga bahwa akomodasi angkutan umum disana susahnya bukan kepalang, kami iya in dah tuh tawaran si abang wkwkwkwk

Rumah Gebang / Istana Gebang

Well, secara teknis rumah ini dulunya adalah rumah masa kecil bung Karno. Fyi.. Ibu bung Karno adalah orang Bali (menurut beberapa sumber, beliau adalah keturunan raja raja di bali juga) dan Ayahnya adalah seorang guru yang dipindah tugaskan ke Blitar. Bung Karno sendiri yang keturunan priyayi dan tergolong mampu pada zaman itu kuliah di ITB namun masih sering berkunjung ke rumah ini. Kalau diperhatikan, rumah ini bisa dibilang amat sangat luas dan entah kenapa memiliki magnet luar biasa mendamaikan (kalo malem bisa dipastikan serem hahaha).

Well, tak bisa dipungkiri presiden pertama Indonesia itu adalah sosok yang kharismatik. Bahkan dalam buku yang sempat saya baca (ciee baca buku -_-‘ hahahaha) penduduk bali menganggap beliau sebagai titisan Whisnu. Konon, meskipun bali sedang dalam musim kering kerontang, saat beliau datang bertandang ke bali seketika akan turun hujan (nahlo.. hahaha).
Dan kharisma itupun masih terasa sangat kuat di rumah ini. Well, secara teknis juga, rumah ini ada beberapa part gitu, inidiaa part versi saya. Part 1 – Rumah induk (ruang tamu dan beberapa kamar tidur, letaknya di tengah). Part 2 – bagian belakang (dapur dan ruang makan). Part 3 – paviliun (sebelah kanan rumah induk). Part 4 – balai kesenian (sebelah kiri rumah induk).
Saat memasuki rumah induk, kita akan dimanjakan oleh lukisan lukisan cat minyak yang keren dan perabotan rumahan yang masih terjaga dengan cukup baik. Bung karno adalah pencinta seni, apalagi seni lukis. Tentu bisa dimaklumi bahwa banyak sekali lukisan yang menggantung indah di dinding kediaman beliau.

Entrance to the time machine
Kami berdua sempat memasuki bebrapa kamar yang cukup spooky hahaha. Jadi kami tidak berlama lama di dalam kamar itu. Kami juga menemukan beberapa foto bung Karno dengan istri beliau. Fyi.. tercatat Bung Karno menikah sebanyak 5 kali, dan memiliki beberapa selir. Well, saya tidak begitu suka membicarakan masalah percintaan seseorang, jadi kita skip saja bagian ini wkwwkwkwk.
Yang membuat saya bertanya tanya adalah saya menemukan foto RMP Sosrokartono yang dibingkai dan diletakkan diatas sebuah buffet berukiran rumit (kalo gak salah hahaha.). beliau adalah salah satu tokoh favorit saya. Buat kalian yang asing dengan nama beliau, perlu saya jelaskan secara singkat (hahahahaha). Beliau adalah kakak kandung RA Kartini.
RMP Sosrokartono menghabiskan masa mudanya di eropa dan pada zaman itu beliau menguasai sekitar 27 bahasa asing (if im not mistaken hehe), beliau bekerja sebagai jurnalis yang pindah satu negara ke negara lainnya. Banyak yang berhipotesa kalau pemikiran RA Kartini yang maju sedikit banyak terpengaruh oleh abangnya ini yang sering mengirimi dia buku. Beliau kembali ke Indonesia dan mendirikan sebuah rumah pengobatan (metode pengobatannya yang sangat terkenal adalah “alif”) dan menulis. Beberapa karya dalam bentuk wejangan beliau patut untuk diperkenalkan ke generasi muda saat ini, seperti “ikhlas marang apa sing wis kelakon, trimah apa kang dilakoni, pasrah marang apa bakal ana” (kurang lebih: ikhlas akan apa yang telah terjadi, menerima apa yang sedang terjadi, dan pasrah akan apa yang akan terjadi).
Keren kaann idola saya, wkwkwk (sayangnya saya nggak ketularan keren). Well, beliau meninggal dalam kondisi single alias tidak menikah dan beristirahat dengan tenang di Kudus (saya belom pernah kesana haahahha).

Foto RMP Sosrokartono yang dipajang di rumah Gebang
Back to rumah Gebang. Hahahaha. Bagian dapur belakang rumah ini masih terawat dengan amat sangat baik. kursi dan meja semuanya masih layak pakai, eitss tapi ingat yaa pengunjung dilarang untuk duduk. Karena tangan saya udah pegel lah yaa, jelasin rumah Gebang muluk daritadi, mending saya kasih tunjuk foto fotonya. Hahaha

Bagian belakang rumah. Entahlah, saya suka koridor ini

Taman kecil di depan ruang makan. Anggrek putih  

Garasi dan mobil tua (serta orang tua -_-“)
Well, setelah puas berkeliling rumah Gebang yang subhanallah magis, menarik, beraura dan berkharisma, kami melanjutkan ke destinasi berikutnyaa, makam Bung Karno. Tapi sebelumnya kita berdua mengisi perut dulu dengan soto anget hahahaha.
Makam Bung Karno
Sungguh tak bisa dipungkiri bahwa Kharisma Bung Karno masih melekat dalam benak bangsa Indonesia, beliau adalah bapak proklamator yang hingga puluhan tahun sejak kematiannya makamnya selalu penuh oleh ratusan peziarah dari berbagai macam penjuru.
Sebelum memasuki area makam, kita akan melewati museum dan perpustakaan..


Markonat bergaya di dalam museum hahaha


Kolam ikan, penghubung area museum dan makam

Candi Palah / Candi Penataran
Buat temen temen pasti gak nyangka bangeet nget nget kalau Blitar ternyata memiliki kompleks candi yang massive macam candi penataran. Atau bahkan kalian gak tahu (jujur, saya juga baru tahu hahahaha) kalau blitar ini memiliki banyak sekali situs sejarah bebatuan yang wajib dikunjungi bagi kalian pecinta sejarah (macam saya hahaha meskipun saya punya ingatan dan pemahaman yang buruknya naudzubillah, tetap saya suka sejarah).
Candi penataran bisa ditempuh dengan menggunakan angkot (yang susahnya minta ampun) dan ojek (yang harus hati hati nawar, karena nanti kemahalan kaya saya -_-). So, beruntunglah kalian yang ke blitarnya naik kendaraan pribadi hahahaha.
Saya dan dona bener bener lost waktu naik ojek (yang anterin kita adalah bapak yang tadi nganter kita ke Gebang) karena kita dilewatkan dijalanan perkampungan gitu. Kenapa kita gak lewat jalan utama? Yess, karena kita bonceng tiga -__-. Sebel juga sih, sebenernya kita pengen pake ojek sendiri sendiri, tapi sang bapak maksa dan terpaksa kita bonceng tiga hahahha
Well, hikmahnya adalah saya bisa bertemu dengan hamparan sawah dan rumah rumah penduduk yang bersahaja. Damaii sekali disana, jauh dari kebisingan kota yang dipenuhi makhluk egois. Satu dua penduduk saling menyapa. Ah, sempat saya senyum sendiri merasakan betapa indahnya tempat ini. Pohon kelapa pun berayun ayun jua, seolah menyambut dan menyapa saya dari kejauhan. (lebay dikit gak apalah.. karena itu yang saya rasakan hahaha)

Sampai di candi penataraaannn.. dan saya speechles serta bingung mulai dari mana, hahaha. Ada beberapa bangunan dalam kompleks candi ini. Well, seperti candi candi biasanya kalian akan disambut sama Om Dwarapala atau juga disebut Reco Pentung (reco = arca, pentung = pentung/bat : arca yang memegang pentung wkwkwkwk. Mukanya serem men) sebagai penjaga pintu. Kalian harus ngisi buku pengunjung di sebuah pos sebelah kanan pintu masuk. Saya cuman ceritain outline nya aja yaa, soalnya saya belum khatam juga keliling candi ini.

Tepat sebelah kiri, kalian akan menjumpai sebuah undakan teras tingginya sekitar semeter mungkin ya (saya buruk dalam hal mengukur hahahaha). Dan yang emejing adalah kita boleh naik ke teras itu, padahal diatas terasnya terhampar rumput ijo yang empuukkk banget (kalo di daerah rumah saya, rumput macam gini gak boleh diinjek hahaha makanya saya bilang emejing). Saya kurang tau luas teras ini berapa, yang jelas luasnya nggak beda jauh sama lapangan futsal (if im not mistaken). Disekelilng teras ini terdapat pahatan pahatan yang artistic namun tidak naratif (tapi saya lupa pahatannya apaan hahha).
Lanjut ke next building (well, at least it was hahaha) ada satu teras yang persis sama dengan teras pertama tadi, tingginya kurang lebih sama, luasnya saya juga gak bisa pastikan sama atau enggak wkwkwkwk (rumput di atas teras bisa diinjek juga hahaha). Namun teras ini letaknya agak ke tengah kompleks dan yang menarik adalah, di sekeliling teras ini terdapat relief naratif yang menyedot perhatian saya. Saya dan dona berkeliling mengamati dan mencoba meng-interpretasi kisahnya (30% berhasil hahaha). Waktu itu, kami menebak ini kisah antara seorang putri dan pangeran yang terpisah tapi kemudian endingnya mereka bersatu (eaakkk hahahah). Saya baru tau relief itu tentang apa, pada saat saya mengenal seorang kawan yang sudah expert mengenai penataran. Kata beliau (duh. beliau hahaha) relief di teras ini menceritakan tentang kisah Panji dan Dewi Sekartaji. 


Salah satu relief kisah Panji

Saya juga sempet bertanya tanya sama kawan saya yang satu ini. Kok bisa ya, kisah semacam panji ini diabadikan dalam sebuah relief bangunan?. Dan kata kawan saya (sumpah dia pinter banget kalo masalah sejarah hahaha) kebudayaan di jawa timur ini jaman dahulu lebih maju dibandingkan dengan yang di jawa tengah. Yaa salah satunya relief candi ini yang “berkisah” tentang sang Panji, kisah macam ini cuman bisa ditemukan di jawa timur. Kalian gak bakal nemuin relief dengan kisah seperti ini di jawa tengah. Kalau candi jawa tengah masih hindu banget nafas reliefnya, jadi kisahnya seputar epos Mahabarata dan belum berkembang seperti candi di jawa timur. Gaya pahatannya pun beda (sok tau hahahahaha) jawa timuran lebih simbolis dan imajinatif, sedangkan jawa tengahan lebih natural.
Well, dua teras ini masih opening looo, hahaha. Ada candi Angka Tahun yang memuat tahun tentunya. Ada pula candi naga berbentuk kubus dengan relief Naga (namanya juga candi naga -_-“). Candi naga merupakan representatif dari kisah pencarian tirta amerta alias air suci gitu. Laluu ada juga miniatur candi dan beberapa patung dwarapala.


Candi angka tahun

Candi induk beda lagi nih. Ada sekitar tiga tingkat dan tiap tingkat memiliki relief naratif yang berbeda beda (ini saya belum khatam). Yang jelas saya dan donat agak penasaran dengan relief beberapa hewan yang ekstraterrestrial. Mungkin hewan atau makhluk ini adalah salah satu bukti kreatifitas nenek moyang kita dahulu. Mereka menciptakan creatures imajinatif yang diaplikasikan pada dinding candi.
Nah, kalau kalian ke penataran, jangan lupa mampir ke kolamnya yaa. Karena saya nggak mampir waktu itu (nyeseelllllll hahahaha) jadi gak ada yang bisa saya ceritakan. Kata kawan saya, kolam atau petirtaan ini ada relief naratifnya juga (ini yang bikin saya ngiler ahahaha). Ceritanya tentang Tantri Kamandaka. Cieee kepo yaa, apa sih Tantri Kamandaka hahahaha well itu adalah kisah yang tokohnya para hewan, yaa semacam fabel gitu. Mungkin kalau versi luarnya tuu Aesop wkwkwk.
Sebenarnya saya membayangkan sih (boleh kan bayangin doang hahahaha). Dari deskripsi kawan saya yang mencengangkan tentang betapa kreatif dan majunya nenek moyang kita dulu, kalau kita gali dan kita pelajari, sebenarnya kita memiliki mitologi kita sendiri dan gak kalah sama mitologi luar negeri. Kita punya peradaban, budaya, seni kita sendiri yang gak ada di negara lain. Cuman sayangnya, minat dan kepedulian kita pada budaya sendiri amat sangat kurang (termasuk saya hahahhaa). Jadi perlahan, kisah kisah kuno yang sebenarnya menarik dan menunjukkan identitas kita hilang tergerus jaman (sedihhh hahaha).
Well, sudah sudah hahahahha. Back to my trip. Karena kami sungkan dengan bang ojek yang nungguin, akhirnya kami mengakhiri keliling kami di candi ini. Dengan bantuan bang ojek pula, kami menemukan tempat penginapan untuk malam kedua kami disini. Penginapannya agak sedikit spooky hahahaha, karena di penginapan ini banyak sekali lukisan wanita telanjang -_-“ rekomendasinya bapak ojek perlu dipertanyakan nih. Karena waktu itu masih siang, sekitar pukul 14.00 kami mau jjs (jalan jalan siang – menuju sore hahaha) biasalah, perut kami selalu lapaarrr wkwkwkwk. Kami makan mie ramen ala ala gitu. Trus kita juga sempet nyobain Es Drop. Well Es Drop ini khas Blitar loo, kalian harus cobak deh wkwkwk. Kami nemu pedagang Es Drop di kawasan makam bung Karno pas sore.


Ramen ala ala hahaha, pok coi lovers

The rest of 2nd day berakhir diatas kasur hahahahahahha.

Day 3 – Pulang 
Kami pulang di hari ketiga dengan menggunakan kereta pagi pukul 9.00 (fyi.. perjalanan sekitar 5 jam hahahha). Ada kejadian unik saat kami pulang hahaha.
Well, sebelum melakukan perjalanan jauh kami isi perut dulu dongs yaaa wkwkwk. Dan kita memilih untuk makan Bubur Ayam yang rasanya aneh hahaha. Saat makan, kami semeja dengan seorang bapak dan dua orang anaknya, satu putra dan satu putri. Awalnya kami diem dieman, tapi si adeknya yang agresif tanya tanya hahaha, adek kecil dan kakak laki lakinya ini agak eksentrik menurut kita berdua. Karena gaya bicara mereka yang dalam bahasa jawa “nglemprek” hehehehe. Dan kekagetan kami gak berhenti disitu, karena saat Bapaknya bicara juga kek gitu -_-“ duh hahahha
Saya dan donat cepat cepat menghabiskan makanan kita agar bisa segera kabur hahahahaha. Si bapak sempet tanya kita dari mana dan mau kemana (pasti karena kostum Lurik kita wkwkwkw). Setelah bubur kita habis, kita pamit duluan sama keluarga kecil itu dan kita berjalan menuju stasiun. Eh, tiba tiba ada sebuah mobil yang berhenti di sisi kita, kacanya pun terbuka. Kita kaget bukan kepalang, ternyata itu keluarga yang tadi makan bubur bareng hahahahahahahahaha. Kita diberi tumpangan ke stasiun, sumpah kalo inget kejadian ini saya ketawa wkwkwkwk.
satuu lagii. perjalanan pulang kami lebih menderita hahaha. pasalnya saat itu bertepatan dengan arus balik mudik (last day of long weekend). kami berdua dari st. Blitar nyampe st. Sepanjang duduk di gerbong yang pengapnya naudzubillah (fyi... kereta penuh banget).


say hi to ikko yang nagkring di gerbong sepanjang perjalanan pulang ahahahaha
 
jadi saya sangat menyarankan, jika kalian liburan (kemanapun itu) segera putuskan naik apa dan segera booking tiket. jangan mengulang kebodohan kami hahahaha (bodoh yang seruuu wkwkwkw)
Well that’s all my mbambung story. Wkwkwk. Semoga kalian pembaca yang budiman bisa memetik pelajaran dari perjalanan saya diatas. Hahahahaha 



Salam mbambung dari saya dan donat hahaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar