Eitsss, judulnya amat sangat
feminine hahahahaha. Anyway, ini gak bahas sedikitpun masalah cinta lokasi atau
cinta lama belum kelar atau apalah itu hahahah. Kali ini saya bakal cerita
tentang pengalaman saya ke Blitar dan saya segera jatuh cinta pada kota ini.
Secara official saya sudah
beberapa kali bertandang ke Blitar, kota tempat lahir Bung Karno, presiden
pertama Indonesia yang kharismatik dan selamanya akan tetap menjadi tokoh
kebanggan Indonesia.
Namun beberapa kali saya ke Blitar, satu satunya tempat yang saya kunjungi hanya makam Bung Karno saja. Hihihihihi…maklum sajalah, karena yang saya tahu hanya satu tempat itu, dan amat sangat tidak mungkin kalau saya mengajak sekeluarga saya keliling blusukan Blitar (beberapa kali kesana selalu bareng keluarga besar).
Namun beberapa kali saya ke Blitar, satu satunya tempat yang saya kunjungi hanya makam Bung Karno saja. Hihihihihi…maklum sajalah, karena yang saya tahu hanya satu tempat itu, dan amat sangat tidak mungkin kalau saya mengajak sekeluarga saya keliling blusukan Blitar (beberapa kali kesana selalu bareng keluarga besar).
Dan disanalah saya, dalam liburan
tak terencana bersama dulur ketemu gede saya, Dona. Sebenernya kami berdua
berencana ke Ponorogo, menyambangi salah seorang kawan disana. akan tetapi
dalam last minute beberapa hari sebelum berangkat ke Ponorogo, kawan kami
mengabari kalau dia tidak bisa menemani eksplor Ponorogo. Alhasil kami berdua
putar otak hendak kemana menghabiskan liburan yang akan dimulai dua hari lagi.
Dadakan mode on! Kami memutuskan
untuk ke Blitar (Dona belum pernah menengok makam Sang Proklamator) dua hari
sebelum beragkat. Otomatiss kami beli tiket keretanya dadakan juga. And guess
what, kita dapat tiket kereta ekonomi tapi labelnya “tanpa tempat duduk”
huakakakakka. Yah emang sudah resiko, karena kita beli tiket dadakan pada waktu
musim libur pula.
Kalau kalian ngiranya liburan
kita berdua menderita berdiri sepanjang perjalanan, kalian salah besaarrr
hahahah. Kita tetep dapet tempat duduk kok, walaupun nomaden.
Day 1 – Blitar Kota, ngesot’s day
Well setelah perjalanan nomaden
selama kurang lebih lima jam, sampailah kita pada stasiun Blitar kota yang
istimewa. Kenapa istimewa? Karena menurut pendapat saya Stasiun Blitar Kota
adalah salah satu stasiun yang indah dan memiliki atmosir tak terdefinisi
hahahhaha (alay).
Wajah stasiun Blitar kota yang subhanallah, saya betah duduk di peron
seharian hahaha
kami sampai di stasiun sekitar
pukul 14.30, dan tujuan utama kami adalah mencari penginapan. Setelah berjalan
menuju penginapan dan hotel di dekat stasiun, kami harus menanggung rasa kecewa
karena semuanya telah full booked. Dan kami sadar bahwa kami tidak boleh
mengeluh, karena ini semua salah kami hahahaahahahah siapa suruh liburan
dadakan pada saat holiday season?
Seorang resepsionis yang baik
hati memberikan kami sebuah peta yang memuat daftar semua hotel yang bisa kami
inapi. Well, dengan berbekalkan peta itu, kami berdua berjalan luruss kedepan,
sambil tengok kanan dan kiri mencari penjaja makanan yang bisa disinggahi
wkwkwk (tapi belom ada yang buka, kebanyakan tenda kosong hahaha). Setelah
berjalan beberapa puluh menit, kami sampai di alun alun kota blitar yang
mendamaikan. Tapi sialnya, kami tidak bisa menemukan hotel yang tertera dipeta.
Akhirnya kami berdua memutuskan untuk sholat dan istirahat sejenak di masjid
sebelah alun alun, karena tampaknya air mulai berjatuhan dari langit.
Masjid sebelah alun alun
Setelah sholat kami berdua duduk
seperti tak tahu harus berbuat apa (totally lost haahahhha). Kami browsing sana
browsing sini, mencari penginapan yang mau menerima kami hahahaha. Dan
terbersit ide untuk langsung menuju kawasan makam Bung Karno. Logika kami
(untung waktu itu kita berdua masih memiliki akal sehat yang lumayan baik
hahaha) mengatakan bahwa, kalau dekat kawasan wisata pastinya akan banyak
tercecer penginapan. Alhamdulillahnya, hujan sudah reda dan kami bisa
melanjutkan perjalanan waktu itu sudah pukul 16.00 (sempet membuang waktu
sebentar untuk selfie sama alun alun hhahahaaha).
Sempet mau nangis sebenernya saat
kita berdua jalan dari alun alun ke arah makam Bung Karno (fyi.. dona gak kuat
jalan hahhaa) lumayan jauuhhhh dan gak ada satupun becak, apalagi angkot (fyi
lagi.. angkot, becak, dan dokar di Blitar beroperasi hanya sampai pukul 17.00).
Donna udah mau nangis tuu, takut kita nyasar hahaha. Setelah jalan sekitar 15
kilometer (ini jarak versi kaki kita yaa…) finally kita menemukan penginapan
dan langsung check in dan rebahin diri ke kasur.
Well, kita check in sekitar pukul
18.00 dan kita kelaparaannn karena seharian sudah melewati perjalanan yang
lumayan menguras energi. So, waktunya mengisi perutt wkwkwk. Setelah mandi,
sholat dan dandan seperlunya (saya dipaksa pake lipstick sama donat -_-) kita
keluar penginepan enjoying night life
Kami berdua memutuskan jalan kaki (lagi ! hahaha). Cari tempat makan dan nongkrong yang ada di Blitar kota dan deket dengan makam, karena mata saya ngeliat burger ala ala streetfood, kita mampir sejenak untuk beli (my fave food hahaha. Kalo kalian baca kisah saya judulnya “Andre Tryarno” pasti paham kenapa saya cintah burger dalam bentuk apapun! Mau burger ala resto sampai yang ala pedagang kaki lima saya sukaaa semuaa). Makan burger sambil jalan, pake kostum Lurik, sukses membuat orang orang ngelirik kita (well, manusia planet mars hahaha)
Disinilah mungkin awal mula saya jatuh cinta pada kota ini. Saat berjalan sambil menikmati suasana malam kota, menjadi orang asing namun serasa tak asing. Hati saya seolah olah dipeluk (padahal belom pernah dipeluk hahaha) ditenangkan, didamaikan. Seolah olah ada suara yag berbisik “tenanglah, damailah, jangan kau merasa terasing, jangan kau merasa sendiri, ini rumahmu jua” (wkwkwk lebay parah). Tapi sumpahhhh.. suasana kota waktu itu mendamaikan jiwa saya, mungkin karena faktor jalannya yang relatif lengang dan nirbahaya. Saya pernah berkunjung ke beberapa kota tetangga, dan kota Blitar ini mengingatkan saya akan kota Kudus malam hari dengan udara sedikit dingin dan semangkuk angsle (kangen kudus hahhaha).
Oke, kita sudahi pembicaraan yang
terlalu emosional ini hahahaha.
Finally, kita menemukan semacam warung yang jualan nasi kucing. Makanlah kita disana, hahahah (tenang.. kita cuman habis sebungkus, meskipun lapar kita masih jaga etika hahahaha). Ada sedikit kejadian yang menggelikan saat makan nasi kucing (tapi ngangenin).
Sepasang bapak dan ibuk (bapaknya kumisan kek bapak saya hahaha) yang ngeliatin kita makan wkwkw (ngeliatin antara kasihan dan kesel kalik yaa..). Well, kita berdua otomatis nyapa dong yaa, “mari pak” (ciri khas orang jawa adalah kebanyakan intro kalo mau ngomong). Dan benerlah, sang bapak langsung nanya nanya ke kita. “ada acara dari sekolahan mana ini mbak? Kok pake jadul” (fyi.. di blitar, lurik disebut jadul) saya dan donat langsung berhenti mengunyah dan saling tatap. Kitaa?? Muka setua ini?? Sekolah?? Hahahaha. Kita berdua sambil mesem jawab “hehehe ndak pak, kita udah lulus kuliah, udah kerja malah”. Wkwkwk sang bapak keknya gak percaya gitu (emang sihh ya, muka kita masih kek anak SMA gitu hahahahahahahha). Tapi dari bapak itu kita dapet banyak info, jadi besok kita tahu mau kemana wkwkwk.
Lepas makan, markonat (sebutan sayang buat dona selain donat wkwkwk) ngajak saya jalan ke makam. Hellawww naatt udah malem keles. Mungkin dia penasaran banget sama makam sang proklamator ini. Akhirnya saya turutin dah diaaa ke makam malem malem,
Well, salah satu hal yang bikin
miris adalah saat kita sampe makam itu pukul 20.00 dan kita berdua ngeliat ibu
ibu yang masih duduk dengan setia dibawah pohon menjajakan bunga. Padahal
kawasan makam gelaappp banget, omg. Saya selalu kagum akan pejuang hidup macam
ibu itu. I do take my hat off you ma’am.
Back to penginepan sambil cari minimarket gitu (lupa gak bawa alat mandi hahahaha). Dan you know what, susah banget nemu minimarket disini hahaha kita baru nemu indoma*et saat jalan berpuluh puluh kilo (ualayyy hahahaha)
Nyampe penginepan dan gelap……
(iyalah, wong kita langsung tepaarrrr).
Day 2
Kita checkout sekitar pukul 5.30, tanpa nungguin sarapan yang baru disajikan pukul 7.00 kami berdua memutuskan melanjutkan petualangan. Hanya kopi tipis yang sempet kami seruput dari hotel. We don’t want to waste our time hahahah
Tujuan pertama adalah rumah gebang, kita naik becak ke rumah gebang dan tukang becaknya nawarin untuk nganter ke penataran juga. well, karena kita gak tau mau kemana dan sadar juga bahwa akomodasi angkutan umum disana susahnya bukan kepalang, kami iya in dah tuh tawaran si abang wkwkwkwk
Rumah Gebang / Istana Gebang
Well, secara teknis rumah ini dulunya adalah rumah masa kecil bung Karno. Fyi.. Ibu bung Karno adalah orang Bali (menurut beberapa sumber, beliau adalah keturunan raja raja di bali juga) dan Ayahnya adalah seorang guru yang dipindah tugaskan ke Blitar. Bung Karno sendiri yang keturunan priyayi dan tergolong mampu pada zaman itu kuliah di ITB namun masih sering berkunjung ke rumah ini. Kalau diperhatikan, rumah ini bisa dibilang amat sangat luas dan entah kenapa memiliki magnet luar biasa mendamaikan (kalo malem bisa dipastikan serem hahaha).
Well, tak bisa dipungkiri presiden pertama Indonesia itu adalah sosok yang kharismatik. Bahkan dalam buku yang sempat saya baca (ciee baca buku -_-‘ hahahaha) penduduk bali menganggap beliau sebagai titisan Whisnu. Konon, meskipun bali sedang dalam musim kering kerontang, saat beliau datang bertandang ke bali seketika akan turun hujan (nahlo.. hahaha).
Dan kharisma itupun masih terasa
sangat kuat di rumah ini. Well, secara teknis juga, rumah ini ada beberapa part
gitu, inidiaa part versi saya. Part 1 – Rumah induk (ruang tamu dan beberapa
kamar tidur, letaknya di tengah). Part 2 – bagian belakang (dapur dan ruang
makan). Part 3 – paviliun (sebelah kanan rumah induk). Part 4 – balai kesenian
(sebelah kiri rumah induk).
Saat memasuki rumah induk, kita
akan dimanjakan oleh lukisan lukisan cat minyak yang keren dan perabotan
rumahan yang masih terjaga dengan cukup baik. Bung karno adalah pencinta seni,
apalagi seni lukis. Tentu bisa dimaklumi bahwa banyak sekali lukisan yang
menggantung indah di dinding kediaman beliau.
Kami berdua sempat memasuki
bebrapa kamar yang cukup spooky hahaha. Jadi kami tidak berlama lama di dalam
kamar itu. Kami juga menemukan beberapa foto bung Karno dengan istri beliau.
Fyi.. tercatat Bung Karno menikah sebanyak 5 kali, dan memiliki beberapa selir.
Well, saya tidak begitu suka membicarakan masalah percintaan seseorang, jadi
kita skip saja bagian ini wkwwkwkwk.
Yang membuat saya bertanya tanya
adalah saya menemukan foto RMP Sosrokartono yang dibingkai dan diletakkan
diatas sebuah buffet berukiran rumit (kalo gak salah hahaha.). beliau adalah
salah satu tokoh favorit saya. Buat kalian yang asing dengan nama beliau, perlu
saya jelaskan secara singkat (hahahahaha). Beliau adalah kakak kandung RA Kartini.
RMP Sosrokartono menghabiskan
masa mudanya di eropa dan pada zaman itu beliau menguasai sekitar 27 bahasa
asing (if im not mistaken hehe), beliau bekerja sebagai jurnalis yang pindah
satu negara ke negara lainnya. Banyak yang berhipotesa kalau pemikiran RA
Kartini yang maju sedikit banyak terpengaruh oleh abangnya ini yang sering
mengirimi dia buku. Beliau kembali ke Indonesia dan mendirikan sebuah rumah
pengobatan (metode pengobatannya yang sangat terkenal adalah “alif”) dan
menulis.
Beberapa karya dalam bentuk wejangan beliau patut untuk diperkenalkan ke
generasi muda saat ini, seperti “ikhlas marang apa sing wis kelakon, trimah apa
kang dilakoni, pasrah marang apa bakal ana” (kurang lebih: ikhlas akan apa yang
telah terjadi, menerima apa yang sedang terjadi, dan pasrah akan apa yang akan
terjadi).
Keren kaann idola saya, wkwkwk
(sayangnya saya nggak ketularan keren). Well, beliau meninggal dalam kondisi
single alias tidak menikah dan beristirahat dengan tenang di Kudus (saya belom
pernah kesana haahahha).
Foto RMP Sosrokartono yang dipajang di rumah Gebang
Back to rumah Gebang. Hahahaha.
Bagian dapur belakang rumah ini masih terawat dengan amat sangat baik. kursi
dan meja semuanya masih layak pakai, eitss tapi ingat yaa pengunjung dilarang
untuk duduk. Karena tangan saya udah pegel lah yaa, jelasin rumah Gebang muluk
daritadi, mending saya kasih tunjuk foto fotonya. Hahaha
Well, setelah puas berkeliling
rumah Gebang yang subhanallah magis, menarik, beraura dan berkharisma, kami
melanjutkan ke destinasi berikutnyaa, makam Bung Karno. Tapi sebelumnya kita
berdua mengisi perut dulu dengan soto anget hahahaha.
Makam Bung Karno
Sungguh tak bisa dipungkiri bahwa
Kharisma Bung Karno masih melekat dalam benak bangsa Indonesia, beliau adalah
bapak proklamator yang hingga puluhan tahun sejak kematiannya makamnya selalu
penuh oleh ratusan peziarah dari berbagai macam penjuru.
Sebelum memasuki area makam, kita
akan melewati museum dan perpustakaan..
Markonat bergaya di dalam museum hahaha
Kolam ikan, penghubung area museum dan makam
Candi Palah / Candi Penataran
Buat temen temen pasti gak
nyangka bangeet nget nget kalau Blitar ternyata memiliki kompleks candi yang
massive macam candi penataran. Atau bahkan kalian gak tahu (jujur, saya juga
baru tahu hahahaha) kalau blitar ini memiliki banyak sekali situs sejarah
bebatuan yang wajib dikunjungi bagi kalian pecinta sejarah (macam saya hahaha
meskipun saya punya ingatan dan pemahaman yang buruknya naudzubillah, tetap
saya suka sejarah).
Candi penataran bisa ditempuh
dengan menggunakan angkot (yang susahnya minta ampun) dan ojek (yang harus hati
hati nawar, karena nanti kemahalan kaya saya -_-). So, beruntunglah kalian yang
ke blitarnya naik kendaraan pribadi hahahaha.
Saya dan dona bener bener lost
waktu naik ojek (yang anterin kita adalah bapak yang tadi nganter kita ke
Gebang) karena kita dilewatkan dijalanan perkampungan gitu. Kenapa kita gak
lewat jalan utama? Yess, karena kita bonceng tiga -__-. Sebel juga sih,
sebenernya kita pengen pake ojek sendiri sendiri, tapi sang bapak maksa dan
terpaksa kita bonceng tiga hahahha
Well, hikmahnya adalah saya bisa
bertemu dengan hamparan sawah dan rumah rumah penduduk yang bersahaja. Damaii
sekali disana, jauh dari kebisingan kota yang dipenuhi makhluk egois. Satu dua
penduduk saling menyapa. Ah, sempat saya senyum sendiri merasakan betapa
indahnya tempat ini. Pohon kelapa pun berayun ayun jua, seolah menyambut dan
menyapa saya dari kejauhan. (lebay dikit gak apalah.. karena itu yang saya
rasakan hahaha)
Sampai di candi penataraaannn.. dan saya speechles serta bingung mulai dari mana, hahaha. Ada beberapa bangunan dalam kompleks candi ini. Well, seperti candi candi biasanya kalian akan disambut sama Om Dwarapala atau juga disebut Reco Pentung (reco = arca, pentung = pentung/bat : arca yang memegang pentung wkwkwkwk. Mukanya serem men) sebagai penjaga pintu. Kalian harus ngisi buku pengunjung di sebuah pos sebelah kanan pintu masuk. Saya cuman ceritain outline nya aja yaa, soalnya saya belum khatam juga keliling candi ini.
Tepat sebelah kiri, kalian akan menjumpai sebuah undakan teras tingginya sekitar semeter mungkin ya (saya buruk dalam hal mengukur hahahaha). Dan yang emejing adalah kita boleh naik ke teras itu, padahal diatas terasnya terhampar rumput ijo yang empuukkk banget (kalo di daerah rumah saya, rumput macam gini gak boleh diinjek hahaha makanya saya bilang emejing). Saya kurang tau luas teras ini berapa, yang jelas luasnya nggak beda jauh sama lapangan futsal (if im not mistaken). Disekelilng teras ini terdapat pahatan pahatan yang artistic namun tidak naratif (tapi saya lupa pahatannya apaan hahha).
Lanjut ke next building (well, at
least it was hahaha) ada satu teras yang persis sama dengan teras pertama tadi,
tingginya kurang lebih sama, luasnya saya juga gak bisa pastikan sama atau
enggak wkwkwkwk (rumput di atas teras bisa diinjek juga hahaha). Namun teras
ini letaknya agak ke tengah kompleks dan yang menarik adalah, di sekeliling
teras ini terdapat relief naratif yang menyedot perhatian saya. Saya dan dona
berkeliling mengamati dan mencoba meng-interpretasi kisahnya (30% berhasil
hahaha). Waktu itu, kami menebak ini kisah antara seorang putri dan pangeran
yang terpisah tapi kemudian endingnya mereka bersatu (eaakkk hahahah). Saya baru
tau relief itu tentang apa, pada saat saya mengenal seorang kawan yang sudah
expert mengenai penataran. Kata beliau (duh. beliau hahaha) relief di teras ini
menceritakan tentang kisah Panji dan Dewi Sekartaji.
Salah satu relief kisah Panji
Saya juga sempet bertanya tanya
sama kawan saya yang satu ini. Kok bisa ya, kisah semacam panji ini diabadikan
dalam sebuah relief bangunan?. Dan kata kawan saya (sumpah dia pinter banget
kalo masalah sejarah hahaha) kebudayaan di jawa timur ini jaman dahulu lebih
maju dibandingkan dengan yang di jawa tengah. Yaa salah satunya relief candi
ini yang “berkisah” tentang sang Panji, kisah macam ini cuman bisa ditemukan di
jawa timur. Kalian gak bakal nemuin relief dengan kisah seperti ini di jawa
tengah. Kalau candi jawa tengah masih hindu banget nafas reliefnya, jadi
kisahnya seputar epos Mahabarata dan belum berkembang seperti candi di jawa
timur. Gaya pahatannya pun beda (sok tau hahahahaha) jawa timuran lebih
simbolis dan imajinatif, sedangkan jawa tengahan lebih natural.
Well, dua teras ini masih opening
looo, hahaha. Ada candi Angka Tahun yang memuat tahun tentunya. Ada pula candi
naga berbentuk kubus dengan relief Naga (namanya juga candi naga -_-“). Candi
naga merupakan representatif dari kisah pencarian tirta amerta alias air suci
gitu. Laluu ada juga miniatur candi dan beberapa patung dwarapala.
Candi angka tahun
Candi induk beda lagi nih. Ada
sekitar tiga tingkat dan tiap tingkat memiliki relief naratif yang berbeda beda
(ini saya belum khatam). Yang jelas saya dan donat agak penasaran dengan relief
beberapa hewan yang ekstraterrestrial. Mungkin hewan atau makhluk ini adalah
salah satu bukti kreatifitas nenek moyang kita dahulu. Mereka menciptakan
creatures imajinatif yang diaplikasikan pada dinding candi.
Nah, kalau kalian ke penataran,
jangan lupa mampir ke kolamnya yaa. Karena saya nggak mampir waktu itu
(nyeseelllllll hahahaha) jadi gak ada yang bisa saya ceritakan. Kata kawan
saya, kolam atau petirtaan ini ada relief naratifnya juga (ini yang bikin saya
ngiler ahahaha). Ceritanya tentang Tantri Kamandaka. Cieee kepo yaa, apa sih
Tantri Kamandaka hahahaha well itu adalah kisah yang tokohnya para hewan, yaa
semacam fabel gitu. Mungkin kalau versi luarnya tuu Aesop wkwkwk.
Sebenarnya saya membayangkan sih
(boleh kan bayangin doang hahahaha). Dari deskripsi kawan saya yang
mencengangkan tentang betapa kreatif dan majunya nenek moyang kita dulu, kalau
kita gali dan kita pelajari, sebenarnya kita memiliki mitologi kita sendiri dan
gak kalah sama mitologi luar negeri. Kita punya peradaban, budaya, seni kita
sendiri yang gak ada di negara lain. Cuman sayangnya, minat dan kepedulian kita
pada budaya sendiri amat sangat kurang (termasuk saya hahahhaa). Jadi perlahan,
kisah kisah kuno yang sebenarnya menarik dan menunjukkan identitas kita hilang
tergerus jaman (sedihhh hahaha).
Well, sudah sudah hahahahha. Back
to my trip. Karena kami sungkan dengan bang ojek yang nungguin, akhirnya kami
mengakhiri keliling kami di candi ini. Dengan bantuan bang ojek pula, kami
menemukan tempat penginapan untuk malam kedua kami disini. Penginapannya agak
sedikit spooky hahahaha, karena di penginapan ini banyak sekali lukisan wanita
telanjang -_-“ rekomendasinya bapak ojek perlu dipertanyakan nih. Karena waktu
itu masih siang, sekitar pukul 14.00 kami mau jjs (jalan jalan siang – menuju
sore hahaha) biasalah, perut kami selalu lapaarrr wkwkwkwk. Kami makan mie
ramen ala ala gitu. Trus kita juga sempet nyobain Es Drop. Well Es Drop ini
khas Blitar loo, kalian harus cobak deh wkwkwk. Kami nemu pedagang Es Drop di
kawasan makam bung Karno pas sore.
Ramen ala ala hahaha, pok coi lovers
The rest of 2nd day berakhir diatas
kasur hahahahahahha.
Day 3 – Pulang
Kami pulang di hari ketiga dengan
menggunakan kereta pagi pukul 9.00 (fyi.. perjalanan sekitar 5 jam hahahha).
Ada kejadian unik saat kami pulang hahaha.
Well, sebelum melakukan
perjalanan jauh kami isi perut dulu dongs yaaa wkwkwk. Dan kita memilih untuk
makan Bubur Ayam yang rasanya aneh hahaha. Saat makan, kami semeja dengan
seorang bapak dan dua orang anaknya, satu putra dan satu putri. Awalnya kami
diem dieman, tapi si adeknya yang agresif tanya tanya hahaha, adek kecil dan
kakak laki lakinya ini agak eksentrik menurut kita berdua. Karena gaya bicara
mereka yang dalam bahasa jawa “nglemprek” hehehehe. Dan kekagetan kami gak
berhenti disitu, karena saat Bapaknya bicara juga kek gitu -_-“ duh hahahha
Saya dan donat cepat cepat
menghabiskan makanan kita agar bisa segera kabur hahahahaha. Si bapak sempet
tanya kita dari mana dan mau kemana (pasti karena kostum Lurik kita wkwkwkw).
Setelah bubur kita habis, kita pamit duluan sama keluarga kecil itu dan kita
berjalan menuju stasiun. Eh, tiba tiba ada sebuah mobil yang berhenti di sisi
kita, kacanya pun terbuka. Kita kaget bukan kepalang, ternyata itu keluarga
yang tadi makan bubur bareng hahahahahahahahaha. Kita diberi tumpangan ke
stasiun, sumpah kalo inget kejadian ini saya ketawa wkwkwkwk.
satuu lagii. perjalanan pulang kami lebih menderita hahaha. pasalnya saat itu bertepatan dengan arus balik mudik (last day of long weekend). kami berdua dari st. Blitar nyampe st. Sepanjang duduk di gerbong yang pengapnya naudzubillah (fyi... kereta penuh banget).
say hi to ikko yang nagkring di gerbong sepanjang perjalanan pulang ahahahaha
jadi saya sangat menyarankan, jika kalian liburan (kemanapun itu) segera putuskan naik apa dan segera booking tiket. jangan mengulang kebodohan kami hahahaha (bodoh yang seruuu wkwkwkw)
Well that’s all my mbambung
story. Wkwkwk. Semoga kalian pembaca yang budiman bisa memetik pelajaran dari
perjalanan saya diatas. Hahahahaha
Salam mbambung dari saya dan donat hahaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar